.

.
Home » , , , » Melepaskan Diri dari Jerat Hukum lari Menjadi Gubernur di Daerah Lain....Hukum apaan itu ya !!!!!!

Melepaskan Diri dari Jerat Hukum lari Menjadi Gubernur di Daerah Lain....Hukum apaan itu ya !!!!!!

Written By Redaksi News on Saturday 13 January 2018 | 15:01:00

"Djarot ; perlu adanya tindakan tegas dari pejabat yang melarikan diri dari tanggung jawabnya, walaupun mempunyai kekuasaan dibelakangnya,"

Jakarta | Potret RI - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Badan Pertanahan Nasional atau BPN membatalkan sertifikat hak guna bangunan bangunan (HGB) di pulau reklamasi.

Ternyata Pemerintah DKI Jakarta di era Gubernur Djarot Saiful Hidayat telah meneken perjanjian kerja sama dengan PT Kapuk Naga Indah sebelum HGB terbit.

Dikutip dari tempo, naskah perjanjian yang salinannya diperoleh pihak TEMPO tersebut berisi penjelasan perjanjian kerja sama itu dengan PT Kapuk Naga Indah, pengembang reklamasi Pulau D.
“Salah satu dasar penerbitan HGB Pulau D adalah perjanjian kerja sama antara pemerintah DKI dan pengembang,” kata Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara, Kasten Situmorang, di kantornya beberapa waktu lalu.

Perjanjian tentang pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan lahan itu ditandatangani Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, Presiden Direktur PT Kapuk Naga Indah Surya Pranoto Budihardjo, dan Direktur PT Kapuk Naga Indah Firmantodi Sarlito pada 11 Agustus 2017.

Kantor Pertanahan Jakarta Utara menerbitkan sertifikat HGB Pulau D pada 24 Agustus 2017. Sertifikat HGB keluar setelah, pada hari yang sama, PT Kapuk Naga Indah membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar Rp 483,5 miliar.

Perjanjian itu diteken di masa kekuasaan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Presiden Joko Widodo melantik Djarot sebagai Gubernur definitif DKI Jakarta sisa periode 2012-2017, pada 16 Juli 2017.

Pelantikan itu menyusul status gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang divonis hakim dua tahun penjara atas perkara penodaan agama. Perjanjian kerja sama antara pemerintah DKI dan pengembang berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun.

Naskah perjanjian yang salinannya diperoleh TEMPO antara lain menyebutkan bahwa Kapuk Naga Indah berhak menjaminkan HGB di atas HPL Pulau D dan melakukan perbuatan hukum lainnya, termasuk melaksanakan akta jual-beli dengan pihak ketiga.

“Pihak kedua wajib membayar pajak, retribusi, dan uang pemasukan kepada pihak pertama (pemerintah DKI) sesuai dengan ketentuan peraturan,” demikian bunyi salah satu klausul perjanjian itu.

Saefullah enggan mengomentari perjanjian kerja sama itu. “Tanya Pak Gubernur saja,” ujar dia di Balai Kota, Selasa 9 Januari 2018.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga tak mau berkomentar panjang. Ihwal kemungkinan Kapuk Naga Indah menggugat pemerintah karena dianggap melanggar perjanjian itu, Anies hanya mengatakan, “Soal DKI dengan pihak lain itu urusannya DKI.”

Kuasa hukum PT Kapuk Naga Indah, Kresna Wasedanto, juga belum memberikan pernyataan soal perjanjian kerja sama itu.

Sementara itu Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2013 menyebutkan bahwa Kantor Pertanahan hanya dapat memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah maksimal 20 kilometer persegi. Tetapi apa yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Utara tidak demikian atas reklamasi Pulau D.

“Lalu, sertifikat ini diterbitkannya oleh Kantor Pertanahan Jakarta Utara, padahal luas lahan di-HGB-kan mencapai 3,12 juta meter persegi. Jadi, bagaimana ceritanya sebuah kantor pertanahan di level Kota/Kabupaten bisa memberikan HGB tanah lebih dari tiga juta meter persegi?

Selain itu, pemberian sertifikat yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Utara dinilai Fadli nampak cacat hukum. Pasalnya, pemberian yang dilakukan oleh pejabat setempat tidak pada umumnya.

“Secara administrative penerbitan HGB Pulau D juga dicurigai mengandung banyak cacat. Konon HGB ini diterbitkan hanya berselang sehari sesudah surat ukur lahannya diberikan. Ini proses super kilat yang tak masuk akal.”

Belum lagi soal pemberian sertfikat yang nampak sepihak kepada pengembang yang menurut Fadli tidak sesuai dengan peraturan yang ada. “Selain itu, ketidakberesan juga bisa dilihat dari sertifikat HGB satu pulau yang hanya diberikan kepada satu perusahaan pengembang saja. Padahal, sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Agraris/Kepala BPN Nomor 500-1698 tanggal 14 Juli 1997 disebutkan jika permohonan izin lokasi dan hak atas tanah yang meliputi keseluruhan dari satu pulau adalah tidak diperkenankan.

Nah, ini satu pulau reklamasi yang perizinannya bermasalah, HGB-nya diserahkan begitu saja hanya kepada satu pengembang. Atas kasus ini, Pemerintah sedang mempraktikkan politik agrarian yang sangat tidak adil.”

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menerima jawaban resmi dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) soal permintaan pembatalan dan penundaan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) pulau-pulau hasil reklamasi pantai utara Jakarta. Anies masih mempelajari surat tersebut. 

"Sudah. Tadi malam surat resmi kami terima. Malam kita pelajari, pagi ini juga kita pelajari," kata Anies saat ditemui usai pelantikan pengurus Tim Penggerak PKK DKI, di Kebagusan, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2018).

Anies menegaskan BPN menyatakan sertifikat HGB pulau reklamasi tidak bisa dibatalkan. Namun pandangan Anies sertifikat tersebut tetap bisa dibatalkan.

"Banyak item-item yang menurut pandangan kami, kita memiliki argumen bahwa kalau ada cacat administrasi bahwa sebenarnya bisa itu dibatalkan," ujar Anies.

BPN Jakarta Utara sudah menerbitkan sertifikat HGB untuk Pulau D milik PT Kapuk Naga Indah. Anies sebelumnya mengatakan penerbitan sertifikat itu tidak sesuai aturan.

"Jadi belum ada Perda-nya sudah keluar HGB. Belum ada perdanya, perda zonasinya belum ada. Ini tata urutannya nggak betul," kata Anies, Selasa (9/1). (Red.Su/Tim)


+ comments + 1 comments

13 January 2018 at 19:52

Ibu Pertiwi sdg bersusah Hati.

Post a Comment

 
Copyright © 2010 - 2013. www.potretri007.com - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Editing by CTM