JAKARTA | POTRET - Mahkamah Konstitusi menyelesaikan tugasnya untuk mengadili Persilihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif. MK telah selesai menyidangkan sisa PHPU pada Senin,(30/6) di gedung MK, Jakarta.
“Dengan ini sidang dinyatakan selesai,”kata ketua MK Hamdan Zoelva saat menutup sidang. Pembacaan putusan MK ini dilakukan sejak Rabu (25/6) lalu hingga Senin (30/6). Dari total 914 yang masuk sejak (23/5) lalu permohonan gugatan perkara PHPU yang masuk ke MK. Total 880 gugatan berasal dari partai politik. Sementara 34 gugatan berasal dari calon perseorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sebanyak 697 perkara telah dibacakan putusannya dari 33 Provinsi seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut MK hanya mengabulkan 21 permohonan gugatan pileg 2014. Berdasarkan informasi yang diterima, permohonan gugatan perkara PHPU yang dikabulkan oleh MK meliputi 14 provinsi yakni:
Provinsi Jambi untuk partai Golkar, Provinsi Jawa Barat untuk partai Demokrat, Provinsi Sulawesi Utara untuk Partai Golkar, Provinsi Papua untuk partai Amanat Nasional, Provinsi Kalimantan Barat untuk partai NasDem, Provinsi Sulawesi Tenggara untuk partai PDIP, Provinsi Kalimantan Timur untuk PKS.
Provinsi Lampung untuk PAN, Provinsi Aceh untuk Partai Bulan Bintang, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Provinsi Jawa Timur untuk Partai Nasional Demokrat di 2 dapil yakni Sampang dan Bangkalan serta PAN. Provinsi Maluku Utara untuk PKS dan PBB, Provinsi Sumatera Utara untuk PBB dan PPP, Provinsi Sumatera Selatan untuk Partai Persatuan Pembangunan.
Serta permohonan perseorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Ode Salimin, dari Provinsi Maluku.Putusan MK untuk 20 permohonan ini semuanya menghasilkan keputusan yang terbagi dua, yakni, penghitungan suara ulang dan penetapan suara oleh Mahkamah.
“Dengan ini sidang dinyatakan selesai,”kata ketua MK Hamdan Zoelva saat menutup sidang. Pembacaan putusan MK ini dilakukan sejak Rabu (25/6) lalu hingga Senin (30/6). Dari total 914 yang masuk sejak (23/5) lalu permohonan gugatan perkara PHPU yang masuk ke MK. Total 880 gugatan berasal dari partai politik. Sementara 34 gugatan berasal dari calon perseorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sebanyak 697 perkara telah dibacakan putusannya dari 33 Provinsi seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut MK hanya mengabulkan 21 permohonan gugatan pileg 2014. Berdasarkan informasi yang diterima, permohonan gugatan perkara PHPU yang dikabulkan oleh MK meliputi 14 provinsi yakni:
Provinsi Jambi untuk partai Golkar, Provinsi Jawa Barat untuk partai Demokrat, Provinsi Sulawesi Utara untuk Partai Golkar, Provinsi Papua untuk partai Amanat Nasional, Provinsi Kalimantan Barat untuk partai NasDem, Provinsi Sulawesi Tenggara untuk partai PDIP, Provinsi Kalimantan Timur untuk PKS.
Provinsi Lampung untuk PAN, Provinsi Aceh untuk Partai Bulan Bintang, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Provinsi Jawa Timur untuk Partai Nasional Demokrat di 2 dapil yakni Sampang dan Bangkalan serta PAN. Provinsi Maluku Utara untuk PKS dan PBB, Provinsi Sumatera Utara untuk PBB dan PPP, Provinsi Sumatera Selatan untuk Partai Persatuan Pembangunan.
Serta permohonan perseorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Ode Salimin, dari Provinsi Maluku.Putusan MK untuk 20 permohonan ini semuanya menghasilkan keputusan yang terbagi dua, yakni, penghitungan suara ulang dan penetapan suara oleh Mahkamah.
Dua puluh putusan ini berdasarkan gugatan perolehan suara untuk kursi DPR RI hanya ada satu yang dikabulkan MK, yaitu Provinsi Maluku Utara dari PKS. Gugatan perolehan suara untuk tingkat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota ada 11 provinsi sedangkan untuk gugatan perolehan suara untuk DPD hanya satu provinsi yakni Provinsi Maluku.
Dalam proses pemeriksaan permohonan yang dilakukan MK dalam putusan sela, terdapat 217 permohonan gugatan yang tidak
diteruskan pemeriksaaannya oleh MK. Sementara 697 permohonan gugatan diteruskan pemeriksaaannya. Total 697 permohonan gugatan
tersebut terdiri dari 667 gugatan partai politik dan 30 permohonan gugatan calon perseorangan DPD.
Permohonan yang dikabulkan lebih sedikit jumlahnya dari pada gugatan yang masuk dan diterima MK. Hal ini bukan berarti tindakan kecurangan dalam pileg lalu tidak ada, tetapi MK hanya mengadili secara formal saja belum sampa masuk ke dalam substansi.
Sebelumnya, pakar hukum tata Negara , baik Refly Harun maupun Margarito Kamis mengatakan seharusnya jika MK diberikan waktu yang cukup untuk mendalami pasti keadilan secara substantif akan ditemukan. Karena waktu yang diberikan sangat sedikit , saksi dan bukti terbatas maka MK tidak bisa mendalami perkada secara komprehensif.
Namun, dalam menanggapi itu, sebelumnya Hamdan mengatakan , MK tidak bisa memutus perkara dengan menduga-duga atau dengan kira-kira. Dan MK pun memutus perkara bukan berdasarkan berita yang ada di media, tetapi berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
Dengan putusan MK ini , belum tentu perubahan suara terjadi. Karena dalam putusan MK , mayoritas memerintahkan KPU untuk mengoreksi dan menghitung ulang hasil suara pileg. Hal itu pernah diungkapkan oleh tim kuasa hukum KPU Ali Nurdin.(potret/AI)
Dalam proses pemeriksaan permohonan yang dilakukan MK dalam putusan sela, terdapat 217 permohonan gugatan yang tidak
diteruskan pemeriksaaannya oleh MK. Sementara 697 permohonan gugatan diteruskan pemeriksaaannya. Total 697 permohonan gugatan
tersebut terdiri dari 667 gugatan partai politik dan 30 permohonan gugatan calon perseorangan DPD.
Permohonan yang dikabulkan lebih sedikit jumlahnya dari pada gugatan yang masuk dan diterima MK. Hal ini bukan berarti tindakan kecurangan dalam pileg lalu tidak ada, tetapi MK hanya mengadili secara formal saja belum sampa masuk ke dalam substansi.
Sebelumnya, pakar hukum tata Negara , baik Refly Harun maupun Margarito Kamis mengatakan seharusnya jika MK diberikan waktu yang cukup untuk mendalami pasti keadilan secara substantif akan ditemukan. Karena waktu yang diberikan sangat sedikit , saksi dan bukti terbatas maka MK tidak bisa mendalami perkada secara komprehensif.
Namun, dalam menanggapi itu, sebelumnya Hamdan mengatakan , MK tidak bisa memutus perkara dengan menduga-duga atau dengan kira-kira. Dan MK pun memutus perkara bukan berdasarkan berita yang ada di media, tetapi berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
Dengan putusan MK ini , belum tentu perubahan suara terjadi. Karena dalam putusan MK , mayoritas memerintahkan KPU untuk mengoreksi dan menghitung ulang hasil suara pileg. Hal itu pernah diungkapkan oleh tim kuasa hukum KPU Ali Nurdin.(potret/AI)

Post a Comment