.

.
Home » » DYNAMIC GOVERNANCE KUNCI REFORMASI BIROKRASI

DYNAMIC GOVERNANCE KUNCI REFORMASI BIROKRASI

Written By www.potretri007.com on Wednesday, 18 March 2015 | 23:18:00

Jakarta | Potret – Pemerintah dinilai perlu segera mengadopsi konsep Dynamic Governance sebagai aspek yang menunjang tercapainya reformasi birokrasi yang efektif dan mencakup seluruh tatanan pemerintahan. Dynamic Governance dibutuhkan untuk terciptanya good governance.

Dalam konsep Dynamic Governance, ada tiga hal yang harus dimiliki oleh pemimpin, yakni berupa kemampuan thinking ahead, thinking again, dan thinking across. Ketiga hal ini menjadi prasyarat utama guna menciptakan kebijakan, peraturan atau perundang-undangan, dan struktur organisasi yang adaptif, dengan dimensi able people dan agile process sebagai kunci utamanya.

Singapura merupakan negara yang sudah mengimplementasikan Dynamic Governance. Konsep Dynamic Governance ini sudah sangat popular dan menjadi bahan acuan di pemerintahan Singapura dan berbagai negara maju di dunia.

Dynamic Governance hanya menekankan pada dua kunci penting yaitu kapabilitas dan kultur. Dua kunci penting inilah yang akan menggerakkan sumber daya manusia dan proses menuju perubahan kebijakan yang adaptif atau yang dicita-citakan sebagai dynamic governance.

“Banyak prestasi yang telah diraih oleh pemerintah namun belum banyak tersampaikan ke masyarakat. Prestasi semacam ini seharusnya lebih banyak dimunculkan ke hadapan publik sehingga dapat menjadi pemicu perbaikan berikutnya, dicontoh oleh Kementerian, Lembaga atau pemerintah daerah lain serta menimbulkan sikap optimisme masyarakat,” kata Pengamat Tata Kelola Pemerintahan Sarwono Kusumaatmadja dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Senin (16/3).

Ada lima nilai yang mendasari Dynamic Governance di Singapura, yakni nilai integritas sosial, nilai meritokrasi dalam sektor pembangunan, nilai rasional, menerapkan subsidi silang sebagai aplikasi untuk memenuhi nilai stabilitas sosial, dan harmonisasi dibutuhkan bagi warga Singapura yang multi-etnis.

Di Indonesia, implementasi Dynamic Governance di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa dynamic leaders, seperti  Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Jembrana I Gede Winasa, dan Walikota Tarakan Jusuf SK. “Surabaya adalah daerah yang sudah berhasil mentransformasikan bentuk pemerintahannya secara cerdas, yang secara langsung konsep Dynamic Governance telah berjalan di daerah tersebut,” jelas Sarwono.

Sarwono memaparkan, kepemimpinan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang menjadikan kotanya indah dengan taman-taman yang berkelas dunia dan pelayanan publik yang baik, adalah bentuk nyata dari dynamic governance. Pemkot Surabaya juga telah mampu memanfaatkan teknologi informasi/komunikasi dalam pengelolaan pembangunan kota dan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik.

“Pada kurun waktu 2002-2014, beberapa kebijakan yang dilaksanakan oleh Pemkot Surabaya adalah melakukan reformasi birokrasi, perbaikan pelayanan publik, penataan kota dan penanggulangan sampah melalui program Surabaya Green and Clean, mengatasi kemacetan dan banjir, serta mengoptimalkan teknologi informasi dan komunikasi,” urai Sarwono.

Di Tarakan, Walikota Jusuf S.K mengubah kota tersebut menjadi pusat jasa dan perdagangan serta membatasi eksploitasi sumber daya alam di kota ini. Walikota Jusuf SK merujuk pembangunan yang dilakukan oleh Singapura sebagai role model pembangunan kota Tarakan.

Guna mewujudkan Tarakan sebagai pusat jasa dan perdagangan dengan kualitas SDM yang mumpuni, Jusuf SK merancang tiga program jangka pendek, menengah, dan panjang. Program jangka pendek adalah menghapus kegiatan protokoler dan seremonial yang biasa dilakukan oleh aparatur daerah, mengubah budaya aparatur daerah dari dilayani menjadi melayani, mengatasi masalah sampah, relokasi pedagagn pasar, konservasi hutan mangrove, pembangunan taman, memperbaiki sekolah-sekolah, meningkatkan kualitas pendidikan dan perbaikan penerangan kota.

Jusuf SK juga menjalankan program jangka menengah, yakni membangun infrastruktur (pelebaran jalan, perluasan bandara, listrik, penampung air hujan, dan perbaikan pelabuhan laut). Sementara program jangka panjangnya adalah menjadikan Tarakan sebagai kota yang memiliki daya saing ekonomi, menarik bagi investor untuk berinvestasi, dan mewujudkan kota yang ramah lingkungan.

“Di tengah kondisi kualitas SDM masyarakatnya yang rendah, terlihat dari kemampuan siswa SD, SMP, bahkan SMA yang tidak dapat mengucapkan angka 1 sampai 10 dengan benar dalam bahasa Inggris, Jusuf SK bersama Dinas Pendidikan Tarakan mewajibkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib. Upaya ini diimbangi dengan peningkatan kemampuan guru-guru melalui rekrutmen pengajar Bahasa Inggris dari luar Tarakan,” kata Sarwono.

Anggaran pendidikan Tarakan juga mendapat porsi hingga 25,4% dan terus dikawal oleh Pemkot. Saat ini, bangunan sekolah di kota Tarakan memiliki ciri khas yakni hampir semua bangunannya berlantai 3 dengan didukung fasilitas yang sangat memadai. Terhadap sekolah-sekolah ini juga dilakukan pemeriksaan sarana dan prasarana secara periodik, terutama yang diperiksa pertama kali adalah kondisi toilet, yang merupakan cerminan dari manajemen sekolah.

Jusuf SK juga mendirikan Dewan Kota, lembaga informal yang bertujuan menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi masyarakat Tarakan. Kualitas aparatur pemkot juga dibenahi dengan mengedepankan asas transparansi dalam rekrutmen PNS setempat. Pemkot Tarakan juga menerbitkan Perda No 13 Tahun 2003 tentang Penertiban Kebersihan Kota, yang mengatur waktu pembuangan sampah bagi masyarakat. Dalam Perda ini, sampah di TPS (tempat pembuangan sampah) paling lama hanya 2 jam.

Contoh lainnya adalah Kabupaten Jembrana di bawah kepemimpinan I Gede Winasa yang mendapat label Kabupaten termiskin di Pulau Bali. Namun di bawah kepemimpinan Gede Winasa, Kabupaten Jembrana mampu memberikan fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis kepada masyarakat melalui program efisiensi dan inovasi, seperti regrouping SD dan puskesmas hingga restrukturisasi organisasi pemerintah daerah.

“Cara menerapkan Dynamic Reform di Indonesia adalah melalui kepemimpinan Transformatif yang menjadi Kunci Perubahan Radikal, sehingga memerlukan pemimpin yang kuat dan visioner, pemimpin transformasional yang mampu membangun ide dan visi masa depan yang mau dicapai serta mampu mengoperasionalisasikan visi tersebut,.” Jelas Guru Besar FISIP UI dan pakar Administrasi Negara Martani Huseini.

Dari segi karakteristik, Indonesia dan Singapura memang memiliki persamaan sebagai negara Asia yang bersifat komunal atau masih menjunjung kekerabatan/kekeluargaan. Namun, jika ditelisik lebih dalam, akan terlihat bahwa nilai-nilai meritokrasi dan visioner yang dimiliki Singapura juga ditemukan pada kultur suku-suku di Indonesia.(S.P/Su.Red)

Post a Comment

 
Copyright © 2010 - 2013. www.potretri007.com - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Editing by CTM