.

.
Home » , , , » Tidak Meminta Maaf Kepada PKI, namun Ideologi dan pengikutnya di Biarkan Bergerak dan Tumbuh Kembang

Tidak Meminta Maaf Kepada PKI, namun Ideologi dan pengikutnya di Biarkan Bergerak dan Tumbuh Kembang

Written By Redaksi News on Monday, 4 July 2016 | 13:13:00


Jakarta | Potret RI, "Tidak ada rencana dan pikiran sama sekali, saya akan meminta maaf kepada PKI. Enggak ada," ujar Jokowi dalam sambutan acara buka puasa bersama di Plasa Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (27/6/2016).

Dalam acara tersebut, hadir 1.000 anak yatim dan dua ratusan veteran yang tergabung dalam Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Jokowi merasa perlu menyampaikan hal ini berulang kali. Pasalnya, ada oknum-oknum yang mengembuskan isu bahwa Jokowi akan meminta maaf kepada PKI serta keluarganya yang masih ada.

"Saat bertemu PP Muhammadiyah saya sampaikan, bertemu PBNU saya sampaikan, bertemu tokoh masyarakat, agama, dan ulama juga sudah saya sampaikan, termasuk ketika upacara peringatan Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya tahun lalu juga sudah saya katakan," ujar Jokowi.

"Tetapi, sekali lagi, ada yang 'goreng-goreng' sehingga ini muncul lagi isu seperti itu," lanjut dia.
Presiden meminta publik atau kelompok-kelompok terkait peristiwa 1965 tidak mendengarkan isu-isu tersebut. Bagi Jokowi, yang paling penting adalah peristiwa itu tidak terjadi lagi.

Selain itu, Indonesia harus maju ke masa depan yang lebih baik tanpa beban masa lalu. Oleh sebab itu, Jokowi minta semua pihak harus merajut kebersamaan dan membangun persatuan agar jadi bangsa yang maju dan siap berkompetisi.

"Kita harus merajut kebersamaan, membangun persatuan, menjadi bangsa yang siap berkompetisi, bangsa yang maju, dan bangsa yang memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya," ujar JokowiMayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengaku tidak setuju dengan pernyataan Menteri koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang menilai pemakaian kaos berlambang Palu-Arit hanya sebatas tren anak muda. “Polisi tegas, Menhan juga tegas. Tapi Jokowi (Presiden) dan Luhut (Menkopolhukam) bilang jangan berlebihan, malah dibilang baju trendi. Justru itu awal dari kebangkitan PKI,” ujar Kivlan dalam sebuah kegiatan diskusi publik di Jakarta, Rabu (25/5) malam.

Dia berpendapat, peristiwa penggunaan lambang yang identik dengan komunisme tersebut di negara-negara Eropa masih bisa dimaklumi karena pola pikir masyarakatnya yang telah maju sehingga bisa mengerti dan memahami batas-batas idealisme sebuah negara. “Kalau kita masih negara berkembang dan masih ada kecurigaan paham komunis akan bangkit lagi,” ujar Kivlan menegaskan.

Sebelumnya, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan berkomentar mengenai maraknya remaja yang mengenakan pakaian dengan atribut palu-arit dan beberapa temuan spanduk di sejumlah daerah yang menggunakam lambang serupa. Menteri Luhut menilai penertiban agar jangan dilakukan secara berlebihan karena masih dilakukan proses pendalaman dan dikhawatirkan penggunaan atribut tersebut hanya sebagai bagian dari budaya pop atau grup musik tertentu yang menggunakan atribut serupa.

Selain itu, Kivlan juga menilai diadakannya simposium PKI yang berlangsung beberapa waktu lalu merupakan aksi pembiaran yang sengaja dilakukan oleh pemerintah dan berjanji akan mengadakan simposium tandingan dalam waktu dekat. Pada kegiatan diskusi yang diselenggarakan di kantor Forum Komunikasi Putra Putri TNI-Polri itu, Kivlan juga memaparkan adanya pergerakan komunis gaya baru yang dia anggap tengah bersiap untuk bangkit di Indonesia.

“Kalau komunis gaya lama tampilannya sudah ada di konstitusi dan kepengursan partai. Tapi yang gaya baru partainya tidak ada tapi orang-orangnya sudah menyusup ke tingkat pemerintahan,” tukas Kivlan memaparkan.

Wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan meminta maaf atas nama negara terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI), masih menuai pro dan kontra di masyarakat.

Presidium Komunitas Merah Kuning, Indra Budiman, mengatakan, PKI juga merupakan bagian dari bangsa Indonesia juga. Dia mendesak negara untuk meminta maaf.

Menurutnya, Jokowi, tak perlu takut melaksanakan janji kampanyenya untuk meminta maaf ke keluarga korban, simpatisan maupun kader PKI.

“Karena jumlah pembantaian itu sangat banyak dan menyedihkan, banyak juga petani biasa yang tidak berpolitik, orang tua, anak kecil, orang miskin. Apa salah mereka karena tidak mengerti dan jumlah itu yang paling banyak menjadi korban,” terang Indra di Jakarta, Selasa (11/8/2015).

Lanjut Indra, yang terpenting saat ini adalah bangsa Indonesia bercita-cita menjadi negeri yang beradab, tidak ada lagi penyelesaian politik dilakukan dengan cara pembunuhan dan pembantaian.

“Kita ingin NKRI yang maju dan beradab bukan NKRI yang radikal dan sempit, semoga dengan adanya permohonan maaf oleh negara terhadap PKI maka semua elemen yang ada di negeri ini saling bahu membahu untuk masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.

Dalam pidato kenegaraan yang rencananya digelar 15 Agustus 2015 terselip sebuah wacana yang menghebohkan publik. Presiden Joko Widodo berencana akan menyampaikan permintaan maaf pemerintah kepada para keluarga kader dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini merupakan salah satu wujud komitmen Jokowi dalam janji kampanye Pilpres 2014 lalu mengenai penyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, salah satunya G30S.

Hal ini disampaikan peneliti Perludem, Heroik Muttaqien Pratama dalam sebuah dikusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 11 Juli 2015 lalu. Namun rencana permintaan maaf tersebut bukan tanpa penolakan. Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen menyebut jika presiden menyampaikan permintaan maaf sama artinya dengan menyatakan pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia bersalah.

“Kalau pemerintah minta maaf, berarti pemerintah mengakui dirinya salah dalam peristiwa 1965. Termasuk juga pemerintah mengakui Angkatan Darat bersalah, NU bersalah, Muhammadiyah bersalah dan seluruh rakyat Indonesia bersalah terhadap PKI dalam tragedi tahun 1965,” kata Kivlan Zen sebagaimana dikutip dari Metrotvnews.com

Kivlan menilai ada ada kepentingan politis di balik rencana permintaan maaf tersebut. Menurutnya, Presiden Jokowi justru akan membuka pintu lebar-lebar kepada ideologi komunis gaya baru untuk kembali menguasai Indonesia. Bahkan, Kivlan lebih lanjut menyebut adanya desakan dari China di balik agenda ini.

“Informasi yang saya terima, pemerintah akan mendapat kompensasi anggaran dari China untuk menyantuni para korban yang berjatuhan di tahun 1965,” sebut Kivlan.

Senada dengan Kivlan Zen, Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, La Ode Ida mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan rencana permintaan maaf tersebut. “Saya sungguh-sungguh sangat berharap Presiden Jokowi tidak perlu menyampaikan permohonan maaf terhadap keluarga PKI,” ungkap Ida sebagaimana dikutip dari JPNN.com

Menurut La Ode Ida, ada beberapa alasan mengapa Jokowi tak perlu meminta maaf atas nama negara ke keluarga PKI. Pertama, PKI tetap jadi musuh ideologis Negara Kesatuan Republik Indonesia karena pernah memberontak dan berupaya mengganti Pancasila. Kedua, katanya, komunisme merupakan musuh utama masyarakat Indonesia yang beragama. Ketiga, permintaan maaf ke keluarga PKI akan mengusik TNI, warga NU, Muhammadiyah, HMI dan elemen-elemen kebangsaan lainnya yang dulu aktif melawan PKI.

Beredarnya isu bahwa pemerintah akan memberikan permintaan maaf kepada korban PKI 1965 terjawab sudah. Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo pada Jumat 14 Agustus 2015 lalu tidak membahas sama sekali soal rencana tersebut.

Sebelumnya muncul berbagai penolakan oleh masyarakat Indonesia yang disuarakan oleh Netizen agar pemerintah tidak meminta maaf kepada PKI . Bahkan aksi nyata penolakan wacana permintaan maaf pada PKI dan keluarga korban dalam bentuk demonstrasi pun sudah mulai terjadi.

Akan tetapi kelegaan Netizen tersebut tidak berlangsung lama. Dalam karnaval atau kirab budaya yang digelar Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur dicederai dengan adanya peserta yang membawa atribut Partai Komunis Indonesia. Karnaval yang digelar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pamekasan tersebut bermaksud menampilkan tonggak sejarah perjalanan perjuangan Bangsa Indonesia. Alih-alih memperlihatkan tonggak sejarah perjuangan Bangsa, justru malah simbol-simbol PKI yang menurut pihak kepolisian sengaja dipertontonkan ke masyarakat.

Theory Test The Water

Menurut literatur, Test the Water,  Testing the Water, alias “Ngetes Air” adalah memancing reaksi publik sebelum mengeluarkan kebijakan/keputusan. Jika publik tidak bereaksi atau merespons positif, maka “the show must go on“, kebijakan itu akan ditetapkan.

Test the Water = Judge people’s feelings or opinions before taking further action. Menilai perasaan dan opini publik sebelum mengambil aksi lebih lanjut.

Dalam literatur komunikasi-jurnalistik, ada istilah yang semakna dengan Testing the Water, yaitu “Balon Percobaan” (Proofballon).

Dalam Kamus Jurnalistik (Simbiosa, 2009), saya mengartikan Balon Percobaan itu sebagai “suatu berita yang disiarkan secara sengaja untuk memancing reaksi publik untuk pemberitaan lebih jauh, umumnya bersifat politis…”.

Wacana Jokowi meminta maaf kepada keluarga korban PkI bisa jadi adalah test the water. Jika reaksi publik diam dan tidak ada penolakan. Bisa jadi hal itu benar-benar akan dilaksanakan. Tetapi karena reaksi rakyat yang begitu kuat untuk menolak maka bisa dipastika Rezim ini sepertinya akan menghentikannya untuk saat ini. Dan menunggu momentum baru untuk melakukannya lagi.

Jauh sebelum Jokowi, Presiden Republik Indonesia ke-4, K.H. Abdulrachman Wahid atau yang popular dengan nama Gus Dur adalah presiden Indonesia pertama sejak orde baru yang melakukan teori test the water tentang wacana pencabutan TAP MPRS XXV Tahun 1966. Gus Dur mengusulkan pencabutan Ketatapan Majelis tentang pembubaran PKI dan pernyataan pelarangan pengembangan ide Marxisme itu karena dianggapnya telah usang alias out of date.

Akan tetapi reaksi dari rakyat, utamanya umat Islam sangat keras saat, sehingga membuat Gus Dur harus mengurungkan niatnya. Dan kali ini ini umat Islam juga dihadapkan pada kondisi yang hampir sama yakni Pelegalan PKI. Dalam masa kampanyenya Jokowi juga menyinggung tentang pelegalan PKI. Meski itu disampaikan melalui Relawannya. Sebagaimana diliput Harian Terbit ( 24 Juni 2014 ) Pernyataan Tim Sukses (Timses) Jokowi-JK, Prof Dr Musdah Mulia bahwa jika terpilih Jokowi akan mencabut Tap MPRS No XXV/1966 tentang larangan paham komunisme, dikecam banyak pihak. Pencabutan itu sama saja menghidupkan kembali paham komunisme di Indonesia.

Dalam kasus test the water kita bisa melihat bahwa rezim ini adalah rezim yang paling sering melakukan teori ini dibanding rezim-rezim sebelumnya. Misalkan.

KEMENTERIAN Agama akan dihapuskan. Umat Islam bereaksi. Kemenag tak jadi dihapus atau diganti nama. Kolom “Agama” di KTP akan dihapuskan. Umat Islam beraksi. Kebijakan itu “belum jelas” ditetapkan-tidaknya. Doa di sekolah akan diatur agar tidak didominasi doa Islam. Umat Islam bereaksi. Ustadz Yusuf Mansur “ngamuk”. Kemendikbud “ngeles” bahwa itu hanya isu.

Juga muncul isu larangan jilbab di BUMN, juga gak boleh jenggot dan celana “ngatung”. Kabarnya, kalo tato dibolehkan –karena menterinya juga bertato. Juga dukungan yang sangat tegas kepada Islam Nusantara oleh Jokowi Isu Pelajaran Agama dihapuskan. Itulah jenis “Test The Water” yang muncul  sejak pemerintahan Presiden Jokowi resmi mengatur negara ini.

Dari sini kita bisa melihat pentingnya fungsi agregasi dari partai politik untuk melakukan penolakan terhadap setiap ide dan isu yang bertentangan dengan Syariat Islam dan Kepentingan Umat. Dalam upayanya membangun kesadaran umat akan Politik Islam maka akan selalu relevan untuk terus menyuarakan penolakan kita kepada M2Q yang tidak Islami.

Upaya Rezim Jokowi membuka jalan atas PKI

Dalam kasus-kasus diatas menjadi jelas atas kita yang memiliki kesadaran politik, bahwa upaya jokowi melegalkan PKI sangat kentara. istilah tidak ada asap jika tidak ada api. Bisa terbukti disini. Tidak mungkin isu pidato yang akan  memaafkan korban PKI itu muncul jika tidak ada sebab-sebab yang akan menuju kesana. Meski kemudian urung dia lakukan karena besarnya penolakan.

Bisa jadi apa yang dikatakan Kivlan Zein itu benar adanya, bahwa ada desakan dari Tiongkok untuk memaafkan Pki sebagai kompensasi proyek-proyek mega investasi dari Tiongkok. Karena kita semua tahu bahwa Tiongkok juga Negara Komunis, dan jika Indonesia juga ‘memberi restu’ kepada Komunis maka hal ini akan sangat memudahkan bagi Tiongkok. Karena dalam semangat penjajahan, tidak hanya Gold saja yang diburu tetapi juga Glory and Gospel.

Menhan Ryamizard Raycudu juga mengakui adanya intervensi itu meski dia bilang tidak takut intervensi. Itu artinya memang ada intervensi itu. ( Merdeka.com/19/8)

Jika rezim ini serius dan menganggap PKI sebagai bahaya laten. Dan benar-benar membendung laju komunis di Indonesia maka seharusnya kasus di Madura dan Jember ditanggapi sebagai bentuk makar. Tetapi nyatanya tidak.

Publik juga sudah banyak memahami bahwa dibalik Jokowi ada orang-orang yang sangat Pro kepada PKI, Musdah Mulia, Zuhairi Mirawi, Misal Rieke Dyah Pitaloka, Budiman Sudjatmiko dan Eva Sundari. Karena mereka adalah kader-kader PDI-P yang dibina langsung oleh PKC ( Party Of Komunis China ).  ( TV One.com )

Komunis dalam Timbangan

Komunis atau Sosialis adalah sebuah ideologi yang akan selalu ada dalam setiap jiwa pengembannya. Benar jika dikatakan bahwa ideologi tak pernah mati. Meski negara yang mengembannya telah hancur dan tiada. ideologinya akan tetap hidup. Maka tidak heran jika hari ini kita dikejutkan oleh berita-berita diatas. Sebagai ideologi komunis tidak akan mati, karena ideologi adalah aqidah aqliyah yanbatsiqu anha nidzam. ( pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan yang memancarkan sistem ). Maka dia akan tetap menggelayut dalam benak dan jiwa pengusungnya dan terus menerus mewujudkan dirinya dalam sebuah institusi pelaksananya.

Sebagaimana juga Islam sebagai ideologi, maka dia tidak akan pernah mati. Akan selalu ada orang yang siap mengembannya meski negaranya telah tiada.

Komunis melandaskan setiap hukum dan peraturannya pada prinsip dialektika materialisme. Yakni sebuah pandangan bahwa setiap sesuatu adalah materi. Sehingga setiap peraturan yang dibuat oleh negara selalu menafikan rakyat sebagai manusia yang memiliki thaqatul hayawiyah ( Potensi kehidupan ). Komunis tidak akan memikirkan apakah rakyat yang dipimpinnya susah atau tertekan atas hukum dan peraturan itu ataukah bahagia. Karena setiap bentuk perasaan itu dianggap sebagai sebuah candu yang akan melemahkan manusia. Sebagaimana dicetuskan oleh Nietche Bahwa agama adalah candu.

Kita bisa melihat bagaimana negara-negara kamunis tidak memberikan hak kepada setiap orang untuk beragama. Tidak mengijinkan warga negaranya lebih pintar dari negara. Dan tidak membolehkan rakyatnya membina keluarganya atas dasar cinta dan kasih sayang. Karena dalam pandangan komunis itu adalah cengeng.

Komunis hanya menganggap rakyat sebagai sekumpulan materi ( Benda ) yang bisa diperlakukan sekehendaknya. Dan harus diperlakukan dengan otoriter agar tidak terjadi perlawanan. Komunis tidak segan untuk menghabisi ( membunuh ) siapa saja jika menghalangi prinsip kamunisme. Meski harus satu juta orang, karena bagi komunis mereka hanya seonggok benda yang akan berganti benda lainnya.

Komunis adalah ideologi yang paling jahat dalam sejarahnya. Dan paling terlihat kebiadabannya. Dia tidak bisa menyembunyikan kerusakaannya dimata manusia. Maka dia adalah ideologi yang paling cepat runtuhnya.

Maka sebenarnya komunis sebagai ideologi pada dasarnya bertentangan dengan aqal dan fitrah manusia, yang memang membutuhkan pemenuhan. Tetapi di dalamnya justru aqal dan fitrah itu dipangkas habis dalam diri manusia. Kamunis telah menciptakan kegalauan dan kegersangan dalam jiwa manusia. Memotong naluri manusia dan mengaturnya bagaikan mengatur robot dan mesin. Dalam timbangan kebenaran sebagai aqidah, kamunis juga menafikan bahwa alam semesta dan manusia memiliki pencipta dan pengatur. Sehingga komunis menganggap segala sesuatu tercipta dengan sendirinya melalui proses evolusi yang panjang. Sungguh sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal sehat. Maka demi menjaga kewibawaan komunis dihadapan rakyatnya, dia tak segan untuk membunuh siapapun yang menyanggah ide-ide dan pemikirannya.  Walhasil, komunis adalah ideologi yang sesat dan menyesatkan.(su.red)


Post a Comment

 
Copyright © 2010 - 2013. www.potretri007.com - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Editing by CTM