JAKARTA | POTRET - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan reproduksi, yang didalamnya juga mengatur tentang pelayanan kesehatan dalam tatanan aborsi salah satunya karena kedaruratan medis, terus menuai kontroversi.
Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin menilai, sebaiknya PP Aborsi ini dikaji kembali karena bertentangan dengan KUHP dan kode etik kedokteran tentang perlindungan Kehidupan. "Kecuali aborsinya dilakukan oleh orang lain jangan ajak dokter dipenjara. Kami gak mau kena sanksi karena KUHP masih berlaku," katanya seperti dikutif dari halaman Infopublik.
Menurutnya, dalam UU yang kuno sekalipun sangat mengharamkan aborsi, hanya ada satu klausal yang membolehkan aborsi yaitu karena kedaruratan medis untuk menyelamatkan ibu. "Jadi kita harus kembali pada prinsip dasar kedokteran, kalau memang mau aborsi jangan ikat dokter karena akan timbulkan pertentangan batin," ungkapnya.
Dikemukakan, dalam membuat suatu hukum/peraturan harus dilihat alasan sosiologisnya juga aspek agama. Di negara barat seperti AS sekalipun, yang melegalkan aborsi untuk alasan kesehatan selain menyelamatkan ibu ternyata tidak berhasil dalam menurunkan angka aborsi, malah kasusnya meningkat terus karena orang yang hamil di luar nikah juga meminta aborsi.
Ia menegaskan, dalam menjalankan tugasnya dokter pun memiliki kode etik kedokteran yang harus dipatuhi, mengadopsi Hipokrates yang dibuat oleh phytagoras. Menurut Phytagoras janin sudah punya hak hidup sejak pembuahan, jadi nyawa dan jiwa janin sudah ada, hal itu juga diakui dalam kode etik kedokteran.
"Jadi enak saja orang bergaul macam-macam terus aborsi deh tidak ada tanggung jawabnya, ada kaidah yang dibuat orang bijak jika anda melonggarkan ikatan moral maka akan jatuh kedalam jurang yang paling dalam, jadi gak usah dibuat-buat aturan ini karena akan hadir alasan-alasan lain yang nantinya akan melonggarkan ikatan itu," tegasnya.(potret/dna).
Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin menilai, sebaiknya PP Aborsi ini dikaji kembali karena bertentangan dengan KUHP dan kode etik kedokteran tentang perlindungan Kehidupan. "Kecuali aborsinya dilakukan oleh orang lain jangan ajak dokter dipenjara. Kami gak mau kena sanksi karena KUHP masih berlaku," katanya seperti dikutif dari halaman Infopublik.
Menurutnya, dalam UU yang kuno sekalipun sangat mengharamkan aborsi, hanya ada satu klausal yang membolehkan aborsi yaitu karena kedaruratan medis untuk menyelamatkan ibu. "Jadi kita harus kembali pada prinsip dasar kedokteran, kalau memang mau aborsi jangan ikat dokter karena akan timbulkan pertentangan batin," ungkapnya.
Dikemukakan, dalam membuat suatu hukum/peraturan harus dilihat alasan sosiologisnya juga aspek agama. Di negara barat seperti AS sekalipun, yang melegalkan aborsi untuk alasan kesehatan selain menyelamatkan ibu ternyata tidak berhasil dalam menurunkan angka aborsi, malah kasusnya meningkat terus karena orang yang hamil di luar nikah juga meminta aborsi.
Ia menegaskan, dalam menjalankan tugasnya dokter pun memiliki kode etik kedokteran yang harus dipatuhi, mengadopsi Hipokrates yang dibuat oleh phytagoras. Menurut Phytagoras janin sudah punya hak hidup sejak pembuahan, jadi nyawa dan jiwa janin sudah ada, hal itu juga diakui dalam kode etik kedokteran.
"Jadi enak saja orang bergaul macam-macam terus aborsi deh tidak ada tanggung jawabnya, ada kaidah yang dibuat orang bijak jika anda melonggarkan ikatan moral maka akan jatuh kedalam jurang yang paling dalam, jadi gak usah dibuat-buat aturan ini karena akan hadir alasan-alasan lain yang nantinya akan melonggarkan ikatan itu," tegasnya.(potret/dna).
Post a Comment