.

.
Home » , , , , » Limau Mungkur; Tidak adanya Keadilan Rakyat Tertindas

Limau Mungkur; Tidak adanya Keadilan Rakyat Tertindas

Written By Redaksi News on Saturday, 16 December 2017 | 22:28:00

"Sebagian tanaman produktif masyarakat di ratakan dengan alat berat mafia, Oknum Polisi tidak bersikap sebagaimana seharusnya sebagai Pelindung masyarakat"

Tj. Morawa | Potret RI - Hak hak sudah mulai dihilangkan, kekuasaan melebihi dari kewajiban sudah mulai ditunjukkan dengan melanggar sumpah dan janji jabatan untuk melindungi dan mengayomi. 

Kehilangan sangat dirasa dan dialami masyarakat Limau Mungkur dengan sikap dan tindakan yang diluar batas, kenyamanan dan untuk berusaha mencari nafkah yang halal dari alam terpaksa dihadapi, oknum atas perintah yang mendanai telah melakukan tanpa mempertimbangkan aspek lain.

Melainkan keegoan sekelompok oknum untuk memuaskan nafsu kekuasaan untuk menguasai lahan yang sudah dilepaskan sesuai dengan hukum yang berlaku untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Limau Mungkur.

Areal yang diklaim pihak yang mengaku dari PTPN II limau mungkur, yang sebelumnya tidak pernah ada dipasang plang lahan milik PTPN II Lima Mungkur Masyarakat Desa Lau Barus Baru dan Desa Tandukan Raga, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang mengecam keras aksi sepihak PTPN II Kebun Limau Mungkur diindikasi untuk mengusir dengan cara kekerasan dengan alasan penanaman kembali (Okupasi) diareal tanah masyarakat seluas kurang lebih 253 Ha.

Aksi sepihak ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan dari pihak PTPN II terhadap masyarakat sekitar, yang telah merusak tanaman yang ditanamin dari kelompok tani setempat, adapun pengrusakan yang dilakukan dengan saksi dan pengawalan Kepolisian Resort Deli Serdang dari instruksi AKBP Eddy Suryantha Tarigan untuk melakukan aksi pengrusakan tanaman industri yang bernilai bagi negara dan masyarakat setempat.

Sebelumnya pada lahan areal yang disengketakan PTPN II Kebun Limau Mungkur diketahui sudah tidak memiliki HGU sesuai yang dikeluarkan oleh menteri ESDM kala itu Dahlan Iskan, tidak lagi memiliki sertifikat HGU No. 94 tahun 2003 yang dikeluarkan oleh BPN dan tidak diperpanjang pemerintah daerah.

Selain melakukan provokasi dengan memasang plang, masyarakat yang sejak tahun 1997 mengelola tanah tersebut juga diancam dan diintimidasi untuk segera meninggalkan tanah yang selama ini menjadi tempatnya menggantungkan hidup dan kehidupan.

PTPN II Kebun Limau Mungkur mengklaim areal yang dikelola masyarakat berada dalam zona Hak Guna Usaha (HGU) seluas 1331,35 Ha berdasarkan sertifikat HGU No 94 Tahun 2003. Namun keterangan itu dinilai sebagai akal-akalan pihak PTPN II Kebun Limau Mungkur dalam rangka menguasai areal tanah diluar luas HGU yang diberikan.

Berdasarkan surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No: 42/HGU/BPN/2002 tentang pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha, terlampir bahwa Kebun Limau Mungkur diperpanjang HGU nya seluas 716,920 Ha dari 1331,35 Ha yang didaftarkan (Peta Pendaftaran No 47 tahun 1997).

Kejanggalan muncul ketika surat ukur No 3/Lau Barus Baru/2003 yang terlampir dalam Sertifikat HGU No 94 Tahun 2003 justru berisi Peta Pendaftaran seluas 1331,35 Ha Masyarakat bukan tanpa solusi dalam mencari jalan tengah atas persoalan.

Masyarakat telah meminta pihak perkebunan bersama BPN dan para pemangku kebijakan di Kabupaten Deli Serdang untuk bersama-sama melakukan pengukuran ulang diareal PTPN II Kebun Limau Mungkur sesuai dengan petunjuk SK Ka BPN No 42/HGU/BPN/2002 guna menjelaskan posisi asli tanah PTPN II Kebun Limau Mungkur sesuai sertifikat HGU No 94 Tahun 2003. Namun hasilnya tidak ada dipaparkan secara terbuka, di indikasi hal ini menjadi tanggung jawab RI 1.

Persoalan penguasaan tanah diluar HGU bukan peristiwa baru yang terjadi di Kebun Limau Mungkur. Berdasarkan fakta sejarah, PTPN II (dulu PTPN IX) mulai masuk kewilayah tersebut sejak tahun 1972.

Penguasaan lahan saat itu dilakukan dengan cara intimidasi, kekerasan dan pengusiran paksa kepada penduduk sekitar. Isu sebagai antek-antek komunis, soekarnois, sosialis dan anti pancasila dilabelkan kepada para petani yang berusaha mempertahankan tanahnya.

Melalui SK Mendagri (SK/13 HGU/DA/75) dijelaskan bahwa HGU PTPN dikabulkan seluas 1400 Ha dari yang diajukan seluas 2770 Ha. Selebihnya, yakni seluas 1370 Ha menurut kesimpulan panitia pemeriksa tanah (pantia D) merupakan milik masyarakat atau garapan rakyat. 

Namun fakta dilapangan, PTPN II Kebun limau mungkur menguasai hampir keseluruhan lahan (2770 Ha) sejak tahun 70an – 1997.

Kemudian penyelesaian perkara lahan ex HGU PTPN telah dikeluarkan oleh mentri SDM kala itu Dahlan Iskan sebagai Menteri ESDM, dengan mengeluarkan surat pelepasan lahan ex.HGU

Masyarakat meyakini bahwa tanah yang sekarang mereka kelola sudah kembali kerakyat dan tidak lagi dikuasai dan diklaim PTPN II Kebun Limau Mungkur, sedangkan yang diklaim adalah areal 1370 Ha yang didapat dari hasil perjuangan selama ini, areal yang sejak tahun 70an-1997 telah dikuasai oleh pihak perkebunan tanpa izin.

Masyarakat sangat menyesalkan praktek sepihak yang dilakukan PTPN II dengan menakut-nakuti masyarakat untuk sesegara mungkin meninggalkan lahan. Aksi yang justru dapat memancing konflik lebih besar jika dibiarkan terus menerus.

Dan sangat disayangkan bahwa tindakan perusakan yang dilakukan PTPN II selain menakut nakutin juga melakukan perusakan tanaman yang menghasilkan bagi perekonomian daerah setempat, diantaranya masayarakat menanam dan mengembangkan bibit serai wangi untuk diolah menjadi bahan jadi minyak atsiri di limau mungkur.

Pada beberapa waktu sebelumnya Bupati Deli Serdang pernah mengunjungi area penanaman serai wangi milik warga dan begitu juga dari dinas pertanian, dikarenakan bibit serai wangi yang unggul dan akan menjadi icon produksi serai wangi di Deli Serdang, apa mau dikatakan hanya janji dan tipu tipu dari oknum pemerintah yang duduk sebagai petinggi di daerah Deli Serdang dan pengayom.

"Kami sudah mengeluarkan biaya untuk mengembangkan tanaman yang dapat memperbaiki perekonomian masyarakat, namun apa yang kami dapat mereka melakukan perusakan yang sangat parah sedangkan tanaman itu untuk diolah menjadi minyak atsiri," ungkap Nurlaila. sabtu, 16/12/2017

"Bisa dilihat tanaman serai wangi yang kami tanami akan diproduksi langsung diratakan dengan alat mereka dengan dikawal pasukan mereka dari kepolisian deli serdang, apakah ini yang harus dilakukan mereka," terangnya kembali.

Menyesalkan minimnya peran pemerintah daerah yang seharusnya mampu melindungi masyarakatnya tindakan sepihak perkebunan PTPN II Kebun Limau Mungkur. Persoalan antara PTPN II dan masyarakat bahkan hampir tiap bulan terjadi di Sumatera Utara.

Seharusnya langkah pencegahan oleh Negara melalui aparat pemerintahnya bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, Masyarakat sangat berharap aparat keamanan (kepolisian) bersikap netral dan mampu secara utuh memandang persoalan ini.

Kepolisian harus melihat titik persoalan dari pangkal, bukan dari ujung masalah dengan pendekatan bahwa PTPN II Kebun Limau Mungkur apakah punya sertifikat HGU yang legitimated.

Masyarakat sangat berharap kepolisian dapat menjadi penengah dalam konflik yang sedang terjadi, bukan justru menjadi aktor baru dalam usaha mengusir paksa masyarakat, namun yang diharapkan kepolisian malah tidak netral dan tidak ada mediasi lanjutan sebelum permasalahan itu terselesaikan.

Ditempat terpisah Marlon Purba, SH selaku tokoh masyarakat menanggapi apa yang terjadi saat ini terhadap lahan lahan PTPN 2, "Pemerintah daerah harus menyadari bahwa mereka bukan nomor dua bila dbandingkan PTPN2 terkait pengelolaan tanah negara. Apalagi seluruhnya menyangkut tanah negara tersebut cenderung dimulai oleh oknum dari PTPN2 itu sendiri. Banyak fakta yang mendukung analisa ini" tegas Marlon Purba, SH, kepada tim media di Medan, sabtu (16/12). 

Menurut Marlon Purba, sejak awal sudah menyoroti pihak kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait persoalan dan konflik agraria di atas areal bekas HGU PTPN2 maupun di areal produktif. 

"Kami lebih fokus mengusung solusi penuntasan konflik diatas tanah negara dengan prinsip kesetaraan untuk mendapatkannya. Itu yang kami dorong kepada Menteri BUMN. Kami usung seperti itu sebab faktanya HGU sudah berubah fungsi akibat banyak faktor, salah satunya perencanaan pembangunan dan kepentingan golongan yang ingin menguasai," bebernya.

"Mengingat sejauh ini belum ada bukti nyata dari Gubernur dan para Bupati serta Walikota terkait penyelesaiannya" ungkap pria yang tegas terhadap hak hak rakyat.


Mengutip statemen kementrian agraria ,"Pengusaha punya hak untuk menggunakan tanah itu. Tapi kalau di sana ada masyarakat adat yang sudah bermukim selama 10 tahun, dan kalau mereka tidak ada ruang hidup di tempat lain, di situlah Kementerian Agraria harus akui sebagai hak masyarakat komunal di kawasan itu," kata Ferry di Kementerian ATR/BPN, Jalan Sisingamangaraja, Jakarta beberapa waktu lalu.(Red.Su/Tim)

Post a Comment

 
Copyright © 2010 - 2013. www.potretri007.com - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Editing by CTM